Perbedaan Antara Gula Kawung & Gula Aren
Sabtu, 28 Desember 2024 - 12:24 WIBFoto: kompas
Kita mungkin sering mendengar istilah gula kawung dan gula aren. Sekilas keduanya terlihat serupa, tetapi apakah sebenarnya ada perbedaan di antara keduanya? Bagaimana asal-usul serta tradisi yang menyertainya?
Apa Itu Gula Kawung?
Dalam bahasa Sunda, gula kawung disebut juga "gula aren" atau "gula aren kawung." Kata "aren" merujuk pada pohon aren, sumber nira atau sari manis yang diolah menjadi gula, seperti yang dilansir dari arengaindonesia.
Dengan kata lain, gula kawung dan gula aren sebenarnya adalah hal yang sama, yakni pemanis alami yang berasal dari nira pohon enau.
Proses pembuatannya melibatkan pemasakan nira hingga mengental, yang kemudian dipadatkan menjadi bentuk cetak atau dikeringkan menjadi gula kristal (gula semut). Gula ini juga tersedia dalam bentuk cair.
Secara geografis, istilah “gula kawung” lebih sering digunakan di Jawa Barat, sedangkan “gula aren” lebih populer di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meski begitu, kedua istilah ini kerap digunakan secara bergantian dan mengacu pada produk yang sama.
Peran Gula Kawung dalam Tradisi Sunda dan Jawa
Bagi masyarakat Sunda, gula kawung memiliki nilai penting, baik sebagai bahan makanan maupun bagian dari tradisi budaya. Di Jawa Barat, gula ini sering disebut "gula merah" atau "gula Jawa" dan digunakan dalam berbagai kuliner tradisional seperti dodol, jojorong, kue mangkok, dan kue lumpur.
Gula kawung juga menjadi pelengkap minuman khas Sunda seperti bandrek, bajigur, dan wedang jahe. Bahkan kopi tubruk yang menggunakan gula kawung memiliki cita rasa yang unik dan khas.
Minuman berbasis gula kawung sering dihidangkan dalam acara adat seperti pernikahan, khitanan, atau sekadar dinikmati sehari-hari di waktu luang.
Sejarah dan Teknik Pembuatan Gula Kawung
Tradisi pembuatan gula kawung di Jawa Barat sejalan dengan cara tradisional pembuatan gula aren di berbagai daerah di Indonesia.
Nira enau dimasak di atas tungku kayu bakar hingga mencapai kekentalan tertentu, lalu dicetak atau dijadikan gula bubuk yang kini dikenal sebagai palm sugar.
Pembuatan gula kawung membutuhkan keahlian khusus untuk mengatur suhu dan durasi pemasakan.
Proses ini dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghasilkan gula berkualitas tinggi.
Dalam budaya Jawa, gula kawung juga disebut "gendhis abrit." Nama ini muncul karena gula tradisional ini dibuat dengan merebus nira segar di dalam kuali tembaga khas yang disebut kawung. Kuali tersebut menjadi bagian penting dalam proses pembuatan gula kawung di masa lalu.
Makna Filosofis Kawung
Selain sebagai nama gula, "kawung" dalam budaya Jawa juga merujuk pada pola atau motif tradisional yang digunakan dalam seni seperti batik dan ukiran.
Motif kawung berbentuk lingkaran yang saling berhimpitan, melambangkan keselarasan, kemakmuran, dan kebahagiaan.
Di sisi lain, istilah kawung juga merujuk pada buah pohon aren, yakni kolang-kaling. Bahkan daun muda pohon aren kerap dimanfaatkan sebagai pembungkus tembakau dalam pembuatan rokok tradisional yang disebut rokok kawung.
Gula kawung dan gula aren bukan hanya sekadar pemanis alami, tetapi juga bagian dari identitas budaya yang kaya.
Baik dalam tradisi Sunda maupun Jawa, gula ini memiliki nilai sejarah, filosofi, dan keunikan tersendiri.
Dari meja makan hingga seni tradisional, kehadiran gula kawung menjadi simbol kebersamaan dan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat Nusantara.

