Regulasi dan Tantangan Pemasaran Biji Kakao di Gunungkidul
Kamis, 09 Januari 2025 - 09:53 WIBFoto: pixabay
Pemasaran biji kakao di Kabupaten Gunungkidul harus mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 67 Tahun 2014 yang mengatur Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji Kakao.
Melansir harianjogja.com, salah satu poin penting dalam regulasi ini adalah keharusan memasarkan biji kakao dalam bentuk fermentasi.
Eni Wijayanah, Sub Koordinator Sarana dan Prasarana Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Gunungkidul, menjelaskan bahwa untuk memasarkan biji kakao, petani harus memenuhi standar mutu yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Asal Lokasi-Biji Kakao (SKAL-BK) serta Sertifikat Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian (SJM-BK). Selain itu, Permentan juga mewajibkan pembentukan Unit Fermentasi dan Pemasaran Biji Kakao (UFP-BK).
“Di Gunungkidul, sejak tahun 2016 telah dibentuk dua UFP-BK untuk menampung hasil kakao dari petani,” ungkap Eni, Minggu.
Dua unit tersebut berlokasi di Kapanewon Patuk dan Ponjong. Selain itu, terdapat enam belas Unit Pengolahan Hasil (UPH) kakao yang masih aktif, salah satunya berada di Kelompok Tani (Poktan) Sawur Sawahan, Kapanewon Ponjong. Eni menambahkan bahwa pihaknya berencana kembali menggencarkan proses fermentasi biji kakao di tingkat kelompok tani.
Ahmad Nasrodin, Ketua BUMDes Nglanggeran, mengungkapkan bahwa saat ini terjadi praktik pembelian biji kakao basah oleh tengkulak di Kapanewon Patuk. Tengkulak menawarkan harga tinggi, yakni Rp100.000 per kilogram, meskipun kadar air biji kakao masih sangat tinggi.
Sebagai perbandingan, biji kakao kering dihargai Rp135.000 per kilogram. Namun, untuk menghasilkan 1 kilogram biji kakao kering, diperlukan sekitar 3 kilogram biji kakao basah karena adanya penyusutan berat selama proses pengeringan.
BUMDes Nglanggeran sendiri telah menetapkan standar minimal tingkat kekeringan biji kakao, yaitu 7% kandungan air. Standar ini sejalan dengan Permentan No. 67/2014, yang menetapkan kadar air maksimal biji kakao hasil produksi dalam negeri sebesar 7,5%.
Dengan adanya regulasi dan tantangan di lapangan, DPP Gunungkidul terus berupaya mendukung petani kakao melalui penguatan unit fermentasi dan pengolahan hasil kakao. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas biji kakao sekaligus memberikan nilai tambah bagi para petani, sehingga mereka dapat bersaing di pasar yang lebih luas.