Kopi Susu Kian Digemari, Produksi Gula Aren Indonesia Melonjak Ribuan Persen
Sabtu, 16 Agustus 2025 - 22:44 WIBFoto: herstory
Lonjakan produksi gula aren Indonesia pada tahun 2024 patut diapresiasi, namun tantangan klasik seperti ketersediaan bahan baku, ketimpangan wilayah, dan kurangnya industrialisasi masih menjadi pekerjaan rumah yang besar.
Gula aren semakin memegang peran penting dalam industri makanan dan minuman di Indonesia, mulai dari minuman kekinian seperti kopi susu di perkotaan hingga panganan tradisional di pedesaan. Meski permintaannya terus meningkat, produksi nasional sempat stagnan bahkan mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, pada 2024, terjadi peningkatan signifikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi gula aren nasional melonjak dari 142 ton (2023) menjadi 154.126 ton, menghentikan tren penurunan selama dua tahun sebelumnya.
Secara geografis, peningkatan produksi ini didominasi oleh tiga provinsi: Jawa Timur (60.138 ton), Jawa Tengah (51.095 ton), dan Sumatera Utara (23.160 ton), yang bersama-sama menyumbang 86% dari total produksi nasional. Sisanya berasal dari Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan beberapa daerah lain yang mulai mengembangkan komoditas ini.
Namun, lonjakan produksi ini belum menjamin stabilitas pasokan di masa depan. Masalah utama terletak pada sektor hulu, di mana produksi nira aren—bahan baku utama gula aren—justru merosot dari 17,3 ton (2022) menjadi hanya 1,1 ton pada 2023. Produksi tepung aren juga tidak menunjukkan pertumbuhan, mengindikasikan belum pulihnya ekosistem produksi di tingkat petani meskipun angka akhir terlihat meningkat.
Beberapa daerah bahkan menghadapi masalah regenerasi petani. Meskipun pohon aren memiliki usia produktif hingga 25-30 tahun, minat petani muda untuk mengelola kebun aren masih rendah karena kurangnya insentif. Jika kondisi ini terus berlanjut, kenaikan produksi pada 2024 mungkin hanya bersifat sementara dan tidak berkelanjutan.
Pemerintah sebenarnya telah menjadikan komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK), termasuk aren, sebagai salah satu prioritas dalam program kehutanan sosial. Namun, implementasinya di tingkat daerah masih belum merata. Tanpa koordinasi lintas kementerian dan dukungan insentif fiskal, industrialisasi produk aren akan sulit berkembang.
Pohon aren sebenarnya memiliki keunggulan komparatif, seperti kemampuan tumbuh di lahan marginal, tidak memerlukan pupuk mahal, dan usia produktif yang panjang. Namun, tanpa regenerasi petani, penguatan kelembagaan koperasi, dan akses pasar yang memadai, potensi ini sulit dimaksimalkan. Apalagi, sebagian besar produksi masih dikelola secara tradisional.
Jika tidak ada intervensi jangka panjang, krisis pasokan dapat terjadi kembali dalam waktu dekat. Permintaan gula aren terus meningkat, terutama dari industri minuman kemasan dan kopi. Namun, jika bahan baku tetap langka dan hanya terkonsentrasi di beberapa provinsi, harga bisa melonjak, margin usaha menyusut, dan konsumen akhirnya ikut terkena dampaknya.